DAMPAK NEGATIF BERAGAMA DI ERA INTERNET OF THINGS

 DAMPAK NEGATIF BERAGAMA DI ERA INTERNET OF THINGS
Penulis : Muhammad haris miftah sibawayhie



        Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa dunia kepada perubahan yang sangat cepat dan drastis. Perkembangan tersebut mengalami pergeseran sehingga media komunikasi menjadi lebih cepat bahkan menjadi sebuah trend atau konvergensi media. Perkembangan tersebut membuat masyarakat banyak menggunakan sosial media untuk berkomunikasixsatu sama lain. Kebisasaan masyarakat dalam berinternet di Indonesia menyebabkan jumlah pengguna media sosial lebih banyak dari jumlah penduduk Indonesia.;

     Diperkirakan beberapa tahun kedepan internet sudah seperti listrik yaitu mudah dan cepat di akses siapa saja. Kecepatan internet yang sangat cepat ini membuat masyarakat menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bersosial media karena lebih mudah terhubung dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Sekarang ibadah bisa dengan nonton di youtube, dikhawatirkan kaum muda menganggap itu sudah termasuk dalam peribadahan sejati.

         Sebuah penelitian mengatakan bahwa saat ini anak muda banyak belajar dari google yaitu mesin pencari di internet. Kecenderungan ingin tahu ini menjadi masalah ketika informasi tidak sesuai akan menimbulkan ancaman seperti hoaks. Hal ini menjadi tantangan besar bagi gereja untuk secara terus menerus memperlengkapi jemaat dalam ancaman tersebut. Bagaimana gereja berkomunikasi ditengah masyarakat plural lewat perkembangan di era digital.xDimana ruang publik dapat mengakses ajaran agama lain dan sudah menjadi konsumsi publik. Beragama di ruang publik bukan hanya satu agama sehingga dapat mengetahui seperti apa ajaran agama yang berbeda. 

        Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada percakapan tersebut ketika menjadi bahan konsumsixpublik. Membangun kecakapan komunikasi yang baik agar dapat terhubung dengan kelompok spiritual. Gereja sudah menyadari media sosial menjadi pewartaan yang baik, namun masih dibutuhkan kajian-kajian teologis untuk menyikapinya. Gereja belum menyadari pentingnya pengelolaan informasi media sosial. Namun, gereja masih seperti menonton ketika perkembangan komunikasi terus berjalan. Oleh karena itu pemimpin gereja harus menggunakan media sosial agar mengetahui informasi nya seperti apa.

    Kita harus hadir untuk menjaring konten yang dianggap berpotensi menumbuhkan ancaman bagi negara. Konten-konten yang dianggap membahayakan, ajaran agama yang sesat serta mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Saatnya kita terutama generasi milenial untuk memproduksi konten yang mempersatukan bangsa.

    Dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi, menjadi menarik bagaimana kah agama memainkan permainan? Masih kah agama mendapat tempat? Bagi banyak kalangan tentang agama akan tersingkir di era internet. Keagamaan di dunia maya kian semarak, sehingga bisa bergeser pada saat lahirnya petualangan-petualang. UU ITE tidak lah Cukup karena Menghadapi fenomena ini tidak bisa Dengan pendekatan hitam putih Yang berujung pada pidana Penjara ataupun Denda. Ibarat kata, ditangkap satu, akan lahir seribu.

       Majelis Ulama Indonesiax(MUI) telah menempuh berbagai upaya untuk turut andil membenahi problematika ini. Komisi Fatwa MUI telah melahirkan fatwa tentang media sosial. Dan, Komisi Infokom MUI sudah menyelenggarakan literasi media sosial di beberapa kota besar. Itu semua menjadi bagian penyadaran warga negara tentang pentingnya menggunakan internet secara bijak di dunia maya, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan.Etika Digital menjadi kata kunci bahwa penyelesaian masalah keagamaan di dunia internet membutuhkan proses panjang dan penyadaran yang terus menerus. Program Sekedar Bukan Yang JIKA Sudah diselenggarakan, Maka Selesai lah Program tersebut.

       Kita bisa meminjam definisi yang disuguhkan Perusahaan Riset Gartner tentang apa itu Etika Digital. Meski Gartner lebih berfokus pada Etika Digital bagi perusahaan-perusahaan IT, namun pada beberapa bagian, memiliki potongan dengan moral dan agama. Menurutnya, Etika Digital adalah sistem berbasis nilai dan prinsip moral yang dibuat agar menjadi panduan hubungan interaksi digital antar manusia, bisnis dan apa pun ( things ). Posisinya berada pada hubungan teknologi dan moral itu sendiri. Apa yang diinginkan teknologi dan apa yang diinginkan oleh moral. Dalam konteks Indonesia , MUI dapat dilibatkan di perguruan tinggi yang memiliki Program Studi Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi. 

         Konsep ini bisa diterapkan di perguruan tinggi IT di mana belajar agama dan etika didahulukan sebelum mempelajari programming . Nilai-nilai agama masuk ke mata kuliah Etika Digital yang tentunya disesuaikan dengan kondisi masyarakat kita. Dengan demikian, akan lahirxprogramer-programer yang memiliki cara pandang dan wawasan keagamaan, moralitas dan etika yang baik.

       Kita berharap agama dalam hal ini menjadi cahaya bagi kehidupan masyarakat Indonesia , khususnya di dunia maya. Agama membalut cara pandang bahwa kemajuan teknologi digital adalah berkah, bukan musibah. Dengan demikian, Internet of Things benar-benar memberikan kesejukan dan kemudahan kehidupan masyarakat kita, yang memang sudah sejak lama tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai agama. Kita dapat menggunakan media massa sebagai tempat untuk memotivasi orang lain bahkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan ( berdakwah ) tentang agama Islam itu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSB Madrasah Aliyah Bilingual Krian Sidoarjo 2018-2019

PSB AL-AMANAH 2019-2020 (MA-SMP-SD)

Menggali Hikmah dalam Hukum Keluarga Islam: Mencapai Maqasid Syariah dengan Harmoni Keluarga