AGAMA DAN INTERNET OF THINGS

AGAMA DAN INTERNET OF THINGS 
Penulis : Muhammad Rizqi Fauzan Adhima



Internet of things menjadi pembahasan menarik di bidang teknologi digital. Secara sederhana IoT dapat di artikan sebagai cara pandang (worldwide) dan konsepsi yang menghubungan apapun dan siapa pun berdasarkan teknologi internet. Konsep ini seperti ini menjadikan hubungan mesin dengan manusia semakin mekanistik dan saling membutuhkan serta kompleks dan terkoneksi satu sama lain.

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, bagaimana agama menghadapi era seperti ini ? bagi beberapa kalangan agama akan tersingkirkan di era ini. Namun menururt peneliti Universitas Texas A&M, Prof. Heidi Campbell bahwa agama justru akan tumbuh subur di dunia maya, apapun agamanya mereka akan memindahkan tempat peribadatan nya ke dunia digital.

Disisi lain dunia intelektual seolah dilanda ketakutan dan kecemasan tentang ancaman terhadap peradaban manusia yang di sebabkan oleh htiga faktor utama yakni, yaitu perang nuklir, perubahan iklim atau keruntuhan ekologis dan gangguan teknologi dan biologi. Di tengah berkecamuk nya manusia yang di sandera oleh sains dan teknologi digital. Manusia modern di kejutkan oleh sebuah tawaran solusi radikal yakni membuang agama yang di anggap sebagai kekuatan negatif dalam masa IoT. Di dunia barat yang tak percaya tuhan dan meremehkan agama mengungkap beberapa akibat fatal dari pernyataan-pernyataan tentang agama. Yang paling mencolok adalah pemahaman tentang eksistensi dan realitas yang berakibat pembatasan kausalitas dan sistem alam hanya sebatas proses saintifik.

Dalam pengajian bulanan keluarga besar  Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB)  Universitas Islam Indonesia (UII). Prof. Dr. Djamaluddin Ancok, Ph.D. menyampaikan bahwa “perubahan semakin sulit di prediksi. Tidak ada pola linieritas atau kacau. Kita wajib merenungkan untuk mempersiapkan diri”. Beliau mengungkapkan ada 3 prinsip yang harus senantiasa di pegang oleh seorang muslim yakni 3M (mining, membership and must try). Mining merupakan prinsip hidup untuk sebisa mungkin memberi makna atau bermanfaat bagi banyak orang dan bersangkutan dengan membership  yang berarti menghargai peran seseorang dalam hal apapun. Dan yang terakhir adalah must try  yang artinya harus mencoba dan berani, agar tidak diam-diam saja dan tidak ketinggalan zaman.

Karena pada masa ini agama cyber menjadi agama zaman now yang memiliki karakter sangat berbeda dengan agama konvesional. Agama cyber lebih mudah untuk mengujarkan kebenciankebencian pada kelompok tertentu, menyebarkan doktrin-doktrin yang tidak lurus atau tidak dijai secara mendalam dalam syariat nya. Hal ini dapat memicu kesalahpahaman bagi merea yang tidak menggunakan internet secara bijak.

Di indonesia sendiri Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menempuh berbagai upaya untuk turut andil dalam membenahi problematika ini. Komisi Fatwa MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang media sosial dan Komisi Infokom sudah menyelenggrakan literasi media sosial di beberapa kota besar. Semua ini menjadi bagian peyadaran bagi warga indonesia tentang pentingnya menggunkan internet dengan bijak apalagi dalam hal yang berbau kegamaan.

Solusi dari ini semua adalah etika digital yang menjadi program untuk persoalan agama di dunia internet walaupun membutuhkan proses panjang dan penyadaran secara terus menerus, yang artinya program ini bukan sekedar program yang jika sudah di selenggarakan maka selesai lah program tersebut. Etika digital adalah sistem berbasiskan nilai dan prinsip moral yang di buat agar menjadi panduan hubungan interaksi digital antar manusia, bisnis dan apapun.

Dalam Etika Digital ini dampak moral menjadi salah satu hal yang di pertimbangkan. Dari semua hal yang ada di dunia internet atau sosial media bagaimana pertanggung jawaban perusahaan media sosial atas mewabah nya hoax di dunia maya ? yang mana itu akan sangat berpengaruh apabila seseorang yang membacanya tidak benar-benar bijak dalam memilah dan memilih informasi. The real problem is not whether machinesthink but whether men do yang menjadi filososi menarik bahwa yang bertanggung jawab bukan lah mesin tapi manusia itu sendiri. Bagaimana manusia mau membawa dampak di dunia maya, apakah akan menjadi musibah atau menjadi berkah. Oleh sebab itu di butuhkan waktu dan proses yang sangat panjang untuk membentuk atau melahirkan manusia yang beradab di dunia digital. Kepatuhan pada norma dan etika menjadi nilai sangat penting karena poin ini menegaskan bahwa bertanggung jawab atas aktivitas digital adalah perbuatan yang sesuai dengan kodidor agama. Sehingga dalam dunia digital tidak akan ada ujaran kebencian atau hal-hal negatif lainnya.

Dalam konteks indonesia, MUI bisa saja meibatkan perguruan tinggi yang memiliki studi ilmu komputer dan teknologi informasi untuk memasukkan nilai-nilai agama dalam mata kuliah etika digital sebelum mempelajari programming yang tentunya di sesuaikan dengan kondisi masyarakat kita. Yang di harapkan dengan demikian, akan lahir programmer-programmer yang memiliki cara pandang dan wawasan keagamaan, moralitas dan etika yang baik. Kita berharap bahwa agama akan membawa cara pandang manusia terhadap kemajuan teknologi digital, serta akan membawa berkah dan bukan musibah. Dengan demikian makan era Internet of Things akan membawa kesejukan dan mempermudah kehidupan masyarakat kita yang memang sudah sejak lama tidak bisa di pisahkan dengan nilai-nilai agama.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSB Madrasah Aliyah Bilingual Krian Sidoarjo 2018-2019

PSB AL-AMANAH 2019-2020 (MA-SMP-SD)

Menggali Hikmah dalam Hukum Keluarga Islam: Mencapai Maqasid Syariah dengan Harmoni Keluarga