BERTUHAN DI ERA DIGITALISASI

 BERTUHAN DI ERA DIGITALISASI
Penulis : Mar'atus Sholihah


Teknologi informasi dankomunikasi yang berkembang dengan pesat, membawa dunia pada perubahan yang sangat cepat. Pada setiap zamannya perkembangan yang terjadi mengalami pergeseran pada tiap zamannya. Manusia yang berkembang adalah pelaku utama dalam pergeseran dunia. Bukan tidak mungkin, kedepannya dunia akan dipenuhi dengan segala macam perubahan akibat manusia tersebut. Perkembangan teknologi menyebar hingga menjadi sebuah mindset hidup yang berbunyi “Manusia tidak akan bisa lepas tanpa Teknologi”. Teknologi yang lebih cepat akan selalu menjadi konvergensi di kalangan masyarakat. Bahkan, untuk sekarang, tidak perlu menjadi kaya untuk bisa merasakan perubahan teknologi di setiap zamannya. Dunia yang seperti inilah yang menuntun Kevin Ashton asal Inggris untuk mencipakan suatu sistim penghubung jaringan internet tanpa henti  yang disebut dengan Internet of Things. Perkembangan zaman yang seperti ini menuntut manusia untuk selalu upgrade pengetahuan di setiap waktunya. Mudahnya,  Anda akan tertinggal jika tidak berlari mengejar ketertinggalan. Hal seperti inilah yang membuat manusia berkebiasaan atau bahkan sudah menggantungkan segalasesuatu komunikasinya dengan media sosial. Menurut data yang ditunjukkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet atau APJII, pengguna media sosial di Indonesia mencapai nilai signifikanyakni 143,26 juta pada tahun 2017. Artinya, pengguna media sosial di Indonesia lebih banyak daripada jumlah penduduk Indonesia sendiri.  

Dengan data yang benar di atas, maka sudah menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah menggantungkan sistim komunikasinya di media sosial. Kecepatan internet yang semakin maju di setiap pembaharuannya juga memudahkan masyarakat untuk mencari informasi –informasi terbaru,meskipun banyak juga informasi yang tidak bisa diminta pertanggung jawabkan atau merupakan bukan informasi yang valid kebenarannya. Sisi positif yang lainnya adalah masyarakat lebih terbuka dengan apa yang dirasakan. Masyarakat bisa memberi pendapat degan bebas, meskipun ada resiko ujaran kebencian atau pendapat yang tidak menuju ke sisi positif tapi malah merobohkan mental seseorang tersebut. Masyarakat juga lebih bebas berekspresi, untukmenjadi jurnalis, sekarang kita bisa membuat atau memproduksi informasi atau karya dalam bentuk tulisan, video, audio dan lainnya dengan mudah. Karya tersebut juga dapat menjadi bukti perkembangan demokrasidisuatu negara. Contohnya seperti adanya informasi terbaru mengenai bencana alam di suatu daerah, kita tidak perlu menunggu koran untuk mengetahuinya, melalui internet kita sudah bisa mengetahui banyak informasi dan tentu kita dapat membagikan ke orang lain dengan mudah, seperti menggunakan grup chat Whatsapp, atau instastory instagram, dan masih banyak lagi.

Agama juga menjadi  hal yang sensitif jika dibahas di media sosial. Tentu saja, perkembangan teknologi turut menjadi alasan adanya modernisasi pada agama. Contohnya saja ada al – Qur’an digital atau biasanya disebut al – Qur’an online. Atau adanya kitab – kitab fikih, ushuluddin yang diperbarui menjadi online. Sistem ini memudahkan para muslim untuk membaca al – Qur’an atau kitab –kitab lainnya dimana saja dan kapan saja. Namun, dengan adanya sistem online seperti ini justru spiritual atau perasaan agamis dalam menghayati islam justru lebih terasa jika menggunakan kitab atau yang berbentuk mushaf. Ibadah dengan sistem online dengan menonton yotube, atau menonton di media sosial akan menyebabkan kekhawatiran jika sudah dianggap seperti berguru secara langsung atau tatap muka atau dalam arti dalamnya adalah ibadah sejati. Sedangkan teknologi digital hanya sebagai pembantu untuk pertumbuhan, pembangun, dan pemelihara efisiensi umat untuk lebih khusyuk beribadah kepada Allah. 

Jika sudah mengandalkan internet sebagai media ibadah, maka bisa membahayakan umat itu sendiri jika tidak bersungguh – sungguh dalam mendengarkan sepenuhnya.seperti ceramah agama yang justru menjadi boomerang bagi masyarakat jika terdapat oknum yang dengan sengaja mencampur atau memotong satu ceramah dengan masalah yang sedang trending. Hal tersebut yang dikhawatirkan,bagaimana masjid berkomunikasi ditengah masyarakat yang plural lewat perkembangan di era digital ini.  Hal seperti ini yang ditakutkan untuk ke depannya, masyarakat justru mengandalkan internet sebagai sumber kebahagiaan. Boomerang juga terjadi jika mushaf al – Qur’an menjadi online, dimana masalah letak wudhunya perlu dikaji dan diberi kejelasan. Beragama di ruang publik bukan hanya mengetahui satu agama, namun ada beberapa agama yang kita hormati. 

Muslim sudah menayadari bahwa media sosial menjadi suatu pewartaan yang baik. Namun, masih harus diberi kajian – kajian atau penelitian – penelitian yang teologis untuk menyikapi sosial media yang dapat memberi sisi positif dan sisi negatif. Pemuka agama seperti para kyai, habaib, asatidz, dan yang lainnya masih harus terus memaknai pentingnya pengelolaan informasi terkait media sosial yang terus berkembang dengan pesat. Bukan hanya pemuka agama islam saja,namun kita sebagai muslim yang menjadi manusia pilihan Allah juga harus serta hadir untuk bersama – sama menjaring  setiap informasi yang ada, terlebih dalam kemaslahatan umat islam. Jika agama dan bangsa sudah dapat memilah konten yang positif atau yang tidak menimbulkan polemik di masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat sudah memahami bagaimana menyikapi dengan baik beragam berita yang ada.  Konten yang negatif dapat membahayakan masyarakat, agama, dan bangsa karena dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat. Sudah saatnya kita bersama – sama menjaga kemaslahatan umat dan memproduksi konten yang mempersatukan bangsa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSB Madrasah Aliyah Bilingual Krian Sidoarjo 2018-2019

PSB AL-AMANAH 2019-2020 (MA-SMP-SD)

Menggali Hikmah dalam Hukum Keluarga Islam: Mencapai Maqasid Syariah dengan Harmoni Keluarga