BERAGAMA DI ERA INTERNET OF THINGS

BERAGAMA DI ERA INTERNET OF THINGS

 Oleh: Moh Rifqi Fitra Alfian

 

                                                                            

Kehadiran era digital telah membawa banyak pengaruh terhadap sudut pandang hubungan keagamaan, diantaranya dapat memengaruhi hubungan yang telah dibangun dengan baik. Kehadiran hoax, ujaran kebencian, dan ajaran radikal telah berkembang banyak berkat kehadiran tekhnologi digital. Dan di Era saat ini, tekhnologi digital seolah telah menjadi kebutuhan pokok penduduk dunia. Dengan kemudahan yang sudah tersedia tentunya kita harus lebih teliti dan berlaku bijak dalam menggunakannya. Jangan sampai juga hal yang seharusnya menguntungkan  kita malah berbalik menjadi masalah. Dengan adanya kemudahan mengakses informasi kapan saja  dan dari mana saja, sangat mudah menemukan apapun yang ingin di cari dan ingin dipelajrinya. Juga kemudahan berpendapat untuk di dengar oleh khalayak, sehingga mengakibatkan buramnya kebenaran. Akibatnya pengguna Internet diberi tanggung jawab untuk memilih sendiri mana yang benar dan mana yang salah.

Perkembangan tekhnologi atau internet telah banyak mempengaruhi berbagai garis kehidupan umat manusia. Semua aspek pada akhirnya harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut agar dapat terus eksis dan berkembang sesuai dengan zaman. Kehadiran internet menjadi jembatan bagi banyak kalangan untuk mencari pengetahuan, pertemanan, hingga mencari penghasilan. Oleh sebab itu, baik individu hingga perusahaan sudah mampu menggunakan internet dan menghasilkan produk yang bisa terkoneksi internet. Jika tidak, maka akan terjadi kesulitan untuk memasarkan produk-produk mereka, sehingga apa saja sudah menggunakan tekhnologi digital.

Ada banyak kasus pendiskreditan agama yang dilakukan di media sosial. Tapi umat beragama perlu paham bahwa bisa jadi itu sengaja dibuat untuk mengadudomba umat beragama. Tekhnologi atau internet menmungkinkan bahwa postingan di media sosial bisa dibuat oleh siapa saja dengan identitas yang bisa di palsukan.

Kehadiran internet termasuk media sosial perlu diantisipasi dengan baik oleh semua elemen baik pemerintah, tokoh agama, dan masing-masing pemeluk agama harus mampu mengontrol diri. Jika tidak mampu beradaptasi dan membendung arus digital yang bisa di salah gunakan itu, maka konflik antar umat beragama akan menjadi bola panas yang bisa mudah tersulut dan yang timbul kemuadian adalah ketidaktenangan, saling curiga antar satu sama lain dan tidak menutup kemungkinan terjadi tindak kekerasan dan permusuhan diantara umat beragama.

          Sudah menjadi tren masyarakat saat ini bahwa dalam beragama lebih banyak belajar dari internet, dari media sosial, atau bahkan dari web-web. Beragama sudah bisa dipelajari secara instan dan otodidak, sehingga tidak sedikit yang tersesat dan menyesatkan. Banyak yang terjebak pada istilah-istilah yang tidak dipahami secara utuh. Dengan demikian, masyarakat dituntut untuk memiliki tendensi dasar dalam memilah keabsahan suatu informasi yang ia baca atau statemen yang mau diungkapkan di depan khalayak dunia maya.

          Di sisi lain, para pemuka agama dituntut aktif dalam memberikan informasi pemahaman agama yang benar guna mengimbangi kebutuhan masyarakat saat ini. Yaitu dengan mengemas metode dakwah secara modern. Literasi beragama dengan internet adalah bagian yang tidak boleh terbengkalai dalam kehidupan beragama saat ini. Dengan iku serta mewarnai dinamika informasi perihal agama dengan pemahaman yang benar di dunia maya. Maka aka nada control yang bisa dijadikan sebagai rujukan oleh masyarakat.

          Dengan demikian orang-orang yang dinilai memiliki pemahaman agama yang mumpuni dituntut untuk memiliki fleksibilitas dalam beragama dan dalam metode ebrdakwah, jangan sampai dalam berdakwah menggunakan metode doktrinal, memahami dan menjalankan agama semata-mata hanya sebagai doktrin. Mereka dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman agar tidak tergerus oleh tren-tren yang tidak mengandung unsur positif atau bahkan hanya menimbulkan kerugian saja.

          Beragama dengan fleksibel bukan berarti meremehkan ajaran agama, tetapi karena dia mengerti  bagaimana dia beragama. Fleksibilitas ini merupakan salah satu ciri beragama dengan cerdas. Beragama yang cerdas juga bisa di lakukan dengan cara melihat berbagai persoalan dari berbagai prespektif. Jadi orang-orang beragama yang cerdas harus memiliki keluasan ilmu, tidak hanya melihat agama dari satu sisi, missal dari segi hukum saja. Kecerdasan yang di maksudkan disini adalah bagaimana orang beragama memfungskan akalnya secara proporsional dalam menginterpretasikan teks-teks agama.

Akal merupakan sebuah sarana bagi umat islam untuk mencapai sebuah pemahaman terhadap teks-teks agama. Akal menjadi titik pembeda bagi manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Dengannya pula, manusia sampai pada sebuah titik kebenaran yang berpengaruh terhadap cara pandangnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akal dan agama memiliki hubungan timbal balik yang erat di antara keduanya. Pesab-pesan yang terkandung dalam ajaran islam dapat termanifestasikan dalam tataran realitas jika peranan akal difungsikan. Dalam artian, akal berperan sebagai sebuah alat untuk membaca teks-teks agama sehingga dapat dipahami dan tersentuh dalam tatanan realitas yang ada. Dalam bingkai sejarah, islam bukanlah agama yang mendiskreditkan fugsi akal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSB Madrasah Aliyah Bilingual Krian Sidoarjo 2018-2019

PSB AL-AMANAH 2019-2020 (MA-SMP-SD)

Menggali Hikmah dalam Hukum Keluarga Islam: Mencapai Maqasid Syariah dengan Harmoni Keluarga